Jakarta - Di tengah maraknya keluhan mengenai tarif transportasi udara di Aceh, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mengambil langkah strategis ke depan. Alih-alih hanya memberi klarifikasi, pihak Kemenhub secara aktif mendorong para operator maskapai penerbangan niaga berjadwal untuk meningkatkan kapasitas layanannya di wilayah Sumatra yang terdampak bencana. Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, menyatakan bahwa kebutuhan mobilitas udara yang tinggi selama masa tanggap darurat dan pemulihan harus dijawab dengan penambahan pasokan yang legal dan teratur. “Ditjen Hubud meminta maskapai niaga berjadwal mempertimbangkan penambahan kapasitas, baik melalui pembukaan rute baru maupun penambahan frekuensi di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh,” ujarnya.
Lukman menegaskan bahwa peningkatan kapasitas di Provinsi Aceh menjadi fokus prioritas dalam upaya penanganan ini. Rute-rute udara yang dianggap paling kritis untuk segera ditingkatkan kapasitasnya adalah yang menghubungkan Aceh dengan dua bandara utama di Indonesia. “Lukman menyebut peningkatan kapasitas di Aceh sebagai prioritas, terutama untuk rute ke Bandara Soekarno-Hatta dan Kualanamu,” jelas pernyataan resmi Kemenhub. Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta adalah pusat konektivitas nasional dan internasional, sementara Bandara Kualanamu di Medan berperan sebagai hub utama untuk wilayah Sumatra. Peningkatan konektivitas ke kedua bandara ini diharapkan dapat mempermudah evakuasi, distribusi bantuan, dan mobilitas warga.
Selain mendorong aspek kuantitas melalui penambahan kapasitas, Kemenhub juga menyentuh aspek keterjangkauan. Pihaknya tidak hanya meminta tarif dijaga dalam batas kewajaran sesuai regulasi, tetapi juga mengajak dunia usaha untuk menunjukkan kepedulian sosial. “Kami mendorong maskapai menjaga tarif tetap wajar sesuai ketentuan. Jika dimungkinkan, kami berharap adanya tarif khusus atau diskon kemanusiaan selama masa pemulihan bencana,” jelas Lukman F. Laisa. Ajakan ini merupakan bentuk konkret upaya pemerintah untuk melindungi daya beli masyarakat di daerah bencana, yang mungkin juga mengalami dampak ekonomi dari musibah yang menimpa.
Dorongan ini diberikan dalam konteks bahwa lonjakan tarif yang terjadi selama ini berasal dari mekanisme penerbangan charter yang tidak teratur. Dengan meningkatkan kapasitas penerbangan berjadwal, diharapkan akan tersedia lebih banyak kursi dengan harga yang transparan dan terkontrol. Maskapai berjadwal umumnya menerapkan struktur tarif yang jelas, memiliki program diskon, dan tunduk pada pengawasan harga tiket dasar (airfare) oleh otoritas, berbeda dengan tarif charter yang ditentukan murni oleh negosiasi.
Untuk memfasilitasi keinginan maskapai yang berminat merespons ajakan ini, Ditjen Perhubungan Udara membuka mekanisme pengajuan resmi. “Ditjen Hubud juga membuka ruang pengajuan penambahan kapasitas sesuai regulasi dengan mempertimbangkan kesiapan armada dan SDM,” tambah Lukman. Artinya, setiap maskapai yang memiliki kemampuan armada dan kru dapat mengajukan permohonan untuk menambah frekuensi pada rute tertentu atau bahkan membuka rute baru menuju bandara-bandara di wilayah terdampak. Proses ini diharapkan berjalan cepat guna menjawab kebutuhan mendesak di lapangan.
Langkah-langkah proaktif Kemenhub ini menunjukkan pergeseran dari pendekatan responsif menuju pendekatan solutif. Sebelumnya, klarifikasi lebih ditekankan pada penjelasan bahwa tarif tinggi berasal dari charter yang tidak melibatkan bandara. Kini, dengan mendorong penambahan kapasitas maskapai reguler, pemerintah berusaha mengatasi masalah dari akarnya, yaitu keterbatasan pilihan transportasi udara terjadwal yang aman dan terjangkau bagi masyarakat Aceh pascabencana.
Komitmen jangka pendek dan jangka panjang juga ditekankan. Dalam jangka pendek, prioritas adalah memastikan mobilitas masyarakat dan distribusi bantuan berjalan lancar. “Ditjen Hubud berkomitmen memastikan kelancaran mobilitas masyarakat dan distribusi bantuan selama masa darurat,” tegas Lukman. Untuk jangka menengah, koordinasi intensif dengan semua pemangku kepentingan, termasuk operator bandara, maskapai, dan pemerintah daerah, akan terus dilakukan guna menjaga stabilitas operasional penerbangan.
Dengan kombinasi antara dorongan penambahan kapasitas dan imbauan tarif kemanusiaan, Kemenhub berupaya menciptakan ekosistem transportasi udara pascabencana yang lebih sehat. Diharapkan, langkah ini tidak hanya meredam gejolak harga sementara, tetapi juga membangun ketahanan sistem transportasi udara nasional dalam menghadapi situasi darurat di masa depan, sekaligus memperkuat peran vital penerbangan sebagai urat nadi konektivitas nasional.