Jakarta - Pemulihan industri pariwisata global pasca pandemi patut dirayakan, namun data terbaru menyisakan catatan penting. Kebangkitan yang ditandai dengan lonjakan jumlah kunjungan wisatawan justru diiringi dengan peningkatan signifikan kasus kejahatan jalanan, khususnya pencopetan, di banyak destinasi populer. Fenomena ini mengungkap hubungan kompleks antara volume wisata, tekanan pada ruang publik, dan peluang kriminalitas yang perlu mendapat perhatian serius dari semua pemangku kepentingan.
Contoh nyata terlihat di Bangkok. Kota ini berhasil melampaui tingkat kunjungan pra-pandemi dan menjadi kota dengan kedatangan internasional terbanyak di dunia pada 2024, dengan 32.4 juta perjalanan. Namun, di tahun yang sama, Bangkok juga menduduki peringkat pertama sebagai kota dengan laporan pencopetan dan penipuan tertinggi secara global. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan menarik minat wisatawan dalam jumlah besar dapat secara tidak sengaja menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi pelaku kejahatan jika tidak diimbangi dengan langkah keamanan yang proporsional.
Pola serupa terjadi di Eropa. Italia, sebagai salah satu negara paling banyak dikunjungi di dunia dengan 68.5 juta wisatawan, sekaligus mempertahankan status negara dengan pencopetan tertinggi di Eropa. Data dari Roma menunjukkan kenaikan yang mencengangkan: kasus pencopetan pada 2024 melonjak 68% dibandingkan tahun 2019, periode sebelum pandemi. Lonjakan ini mengindikasikan bahwa pemulihan jumlah pengunjung tidak serta merta diikuti dengan pemulihan tingkat keamanan yang setara.
Peningkatan ini bukan hanya soal angka statistik, tetapi memiliki dampak nyata pada pengalaman dan persepsi wisatawan. Layanan kedutaan besar asing, seperti Kedutaan Besar Amerika Serikat di Prancis, telah mengeluarkan peringatan perjalanan khusus menyangkut kejahatan jalanan yang meningkat di Paris. Peringatan semacam ini dapat mempengaruhi keputusan perjalanan dan pada akhirnya, reputasi suatu destinasi dalam jangka panjang, meskipun daya tarik budayanya tetap kuat.
Tantangan keamanan ini juga berpotensi memicu masalah lain. Beberapa kota yang masuk daftar rawan pencopetan, seperti Roma, Paris, dan Barcelona, juga termasuk dalam daftar kota dengan keluhan kebersihan tertinggi dari wisatawan. Kombinasi antara kesan kurang aman dan lingkungan yang dianggap kotor dapat merusak citra destinasi dan mengurangi minat berkunjung kembali (repeat visit), yang sangat berharga bagi industri pariwisata berkelanjutan.
Otoritas setempat di berbagai negara mulai mengambil tindakan. Di Athena, Yunani, polisi disebutkan telah menahan kelompok pelaku pencopetan yang beroperasi di kawasan wisata Monastiraki pada Oktober 2025. Langkah penegakan hukum dan peningkatan patroli di titik-titik rawan menjadi respons yang diperlukan untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi dari pariwisata tidak dikurangi oleh kerugian akibat kejahatan dan penurunan kepuasan wisatawan.
Pada akhirnya, kesuksesan suatu destinasi wisata di era baru tidak hanya diukur dari jumlah kedatangan, tetapi juga dari kemampuan menyediakan pengalaman yang aman, nyaman, dan positif. Kolaborasi antara pemerintah, kepolisian, pelaku usaha pariwisata, dan komunitas lokal sangat penting untuk menciptakan ekosistem pariwisata yang tidak hanya ramai, tetapi juga tangguh dan bertanggung jawab, memastikan keberlangsungan industri untuk tahun-tahun mendatang.